BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas
industri, misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk
industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang
kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi. Laju pengurangan sampah lebih kecil
dari pada laju produksinya. Hal ini lah yang menyebabkan sampah semakin
menumpuk di setiap penjuru kota.
Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akan menyebabkan
berbagai permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi penduduk kota
apalagi daerah di sekitar tempat penumumpukan. Dampak langsung dari penanganan
sampah yang kurang bijaksana diantaranya adalah berbagai penyakit menular
maupun penyakit kulit serta gangguan pernafasan, sedangkan dampak tidak
langsungnya diantaranya adalah bahaya banjir yang disebabkan oleh terhambatnya
arus air di sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang ke sungai.
Selain penumpukan di tempat pembuangan sementra (TPS), sampah pun akan
semakin meningkat jumlah nya di tempat pembuangan akhir (TPA). Dengan semakin
bertumpuknya sampah di TPA-TPA, akan lebih berpeluang menimbulkan bencana
seperti yang terjadi di salah satu TPA yang ada di Bandung beberapa tahun lalu.
Bencana longsong yang terjadi di TPA tersebut terjadi karena adanya akumulasi
panas dalam tumpukan sampah yang pada akhirnya menimbulkan ledakan yang sangat
hebat. Karena ledakan inilah maka sampah-sampah tersebut longsor dan menimbun
puluhan rumah serta pemiliknya. Tak kurang dari 100 orang meninggal karena
peristiwa ini. Dari kejadian tersebut kita harus berfikir keras bagaimana agar
bencana serupa tidak trjadi di TPA-TPA yang lainnya.
1.2.Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pemanfaatan limbah organik?
2. Bagaimana
pemanfaatan limbah anorganik?
3. Apa
keuntungan dari pemanfaatan limbah organik dan anorganik?
1.3.Tujuan
Penelitian
1. Mengetahui
cara memanfaatkan limbah organik .
2. Mengetahui
cara memanfaatkan limbah anorganik.
3. Mengetahui
keuntungan dari pemanfaatan limbah organik dan anorganik.
1.4.Manfaat
Penelitian
1. Memotivasi
masyarakat agar dapat mengurangi limbah dengan cara pemanfaatan.
2. Mengenalkan
pengaruh baik karena pemanfaatan limbah.
3. Meningkatkan
minat masyarakat terhadap pemanfaatan limbah.
1.5.
Metodologi Penelitian
Dalam penulisan
makalah ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dari sumber internet
dan dengan menggunakan pengetahuan penulis.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Pemanfaatan Limah Organik
Salah satu pemanfaatan limbah organik adalah dengan cara dibuat pupuk
kompos. Pupuk kompos adalah pupuk organik yang dibuat
melalui proses pengomposan. Pupuk kompos sangat baik untuk menambah unsur hara
tanah sehingga dapat menambah kesuburan tanah, dapat memperbaiki struktur tanah
menjadi gembur, mempertinggi kemampuan menahan air dalam tanah, memperbaiki
drainase dan tata ruang udara tanah, dan mempertinggi daya ikat tanah terhadap
unsur hara tanaman sehingga memberikan kesuburan pada tanaman.
Dalam pembuatan kompos terdapat beberapa macam cara, seperti berikut ini.
1.
Pembuatan kompos secara alami
Cara ini dilakukan dengan menimbun sampah tumbuhan secara bertahap ke dalam
lubang berukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 meter, kemudian dilapisi dengan kotoran hewan
serta ditaburi sedikit abu dan kapur. Kemudian di atasnya tambah lagi lapisan
sampah tumbuhan lalu ditutup lagi dengan kotoran hewan dan seterusnya sehingga
menjadi rata dengan tanah. Timbunan sampah tersebut harus lembab tetapi tidak boleh
terlalu basah dalam jangka waktu tiga bulan. Apabila tumpukan sampah tersebut
telah menyusut hingga sepersepuluh dari ukuran semula, maka sampah tersebut
telah menjadi pupuk kompos.
2.
Pembuatan kompos dengan menggunakan
bantuan mikroba
Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari
peralatan untuk penanganan bahan dan peralatan perlindungan keselamatan dan
kesehatan bagi pekerja. Berikut disajikan peralatan yang digunakan.
1.
Terowongan udara (Saluran Udara)
o
Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara
o
Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu
o
Dimensi : panjang 2m, lebar ¼ - ½ m, tinggi ½ m
o
Sudut : 45o
o
Dapat dipakai menahan bahan 2 – 3 ton
2.
Sekop
o
Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya
3.
Garpu/cangkrang
o
Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan
bahan dan pemilahan sampah
4.
Saringan/ayakan
o
Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang agar
diperoleh ukuran yang sesuai
o
Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran
kompos yang diinginkan
o
Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan
atau saringan putar
5.
Termometer
o
Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan
o
Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur
termometer ke bagian dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat
o
Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air raksa) agar tidak mencemari kompos jika
termometer pecah
6.
Timbangan
o
Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas
sesuai berat yang diinginkan
o
Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan
penimbangan dan pengemasan
7.
Sepatu boot
o
Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama
bekerja agar terhindar dari bahan-bahan berbahaya
8.
Sarung tangan
o
Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan selama
melakukan pemilahan bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan perlindungan
tangan
9.
Masker
o
Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernafasan
dari debu dan gas bahan terbang lainnya
Pembuatan kompos cara ini dengan menggunakan mikroba menguntungkan (Effectif
microorganism=Em ) dengan cara memfermentasikan sampah organik seperti kotoran hewan/manusia,
jerami, sekam padi, dedak halus, rumput-rumputan, daun-daunan, sampah rumah
tangga, dan lain sebagainya.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator
pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes),
OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan
SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan
kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau
anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses
aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan
organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang
disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama
proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses aerobik akan
menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam
organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Bahan baku pengomposan adalah semua material orgaengandung karbon dan
nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan
limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang
umum dijadikan bahan baku pengomposan.
Asal
|
Bahan
|
1. Pertanian
|
|
Limbah dan Residu Tanaman
|
Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung,
semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut kelapa
|
Limbah & Residu Ternak
|
Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan
ternak, cairan biogas
|
Tanaman air
|
Azola,
ganggang biru, enceng gondok, gulma air
|
2. Industri
|
|
Limbah padat
|
Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu,
limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan
|
Limbah cair
|
Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah
pengolahan minyak kelapa sawit
|
3. Limbah Rumah Tangga
|
|
Sampah
|
Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota
|
Bahan-bahan
yang Dapat Dikomposkan
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya:
limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas,
kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri,
limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll.
Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan
rambut.
Proses
Pengomposan
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau
anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses
aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan
organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang
disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama
proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan
menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik
(asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Tabel
organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok Organisme
|
Organisme
|
Jumlah/gr kompos
|
Mikroflora
|
Bakteri; Aktinomicetes; Kapang
|
109 - 109; 105 108;
104 - 106
|
Mikrofanuna
|
Protozoa
|
104 - 105
|
Makroflora
|
Jamur tingkat tinggi
|
|
Makrofauna
|
Cacing tanah, rayap, semut, kutu,dll
|
Proses
pengomposan tergantung pada :
1.
Karakteristik bahan yang dikomposkan
2.
Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3.
Metode pengomposan yang dilakukan
Faktor yang
memengaruhi proses Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan
dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer
tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila
kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan
dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang
optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses
pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan
berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber
energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30
s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein.
Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis
protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi,
terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi
(sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N
diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik
(Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan
mengandung banyak senyawa nitrogen.
Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan
udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba
dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel
juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas
permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup
oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan
suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke
dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air
bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob
yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Porositas Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam
tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan
volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan
mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air,
maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang
sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung
berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik
apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 %
adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah
40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada
kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci,
volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan
terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan
langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi
temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula
proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan
kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian
mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu
yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih
gulma.
pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang
optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran
ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan
menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai
contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan
penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang
mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH
kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses
pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara
ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin
mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat
seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori
ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik
bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau
tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan
berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos
benar-benar matang.
Tabel
Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan
Kondisi
|
Konsisi yang bisa diterima
|
Ideal
|
Rasio C/N
|
20:1 s/d 40:1
|
25-35:1
|
Kelembaban
|
40 – 65 %
|
45 – 62 % berat
|
Konsentrasi oksigen tersedia
|
> 5%
|
> 10%
|
Ukuran partikel
|
1 inchi
|
Bervariasi
|
Bulk Density
|
1000 lbs/cu yd
|
1000 lbs/cu yd
|
pH
|
5.5 – 9.0
|
6.5 – 8.0
|
Suhu
|
43 – 66Oc
|
54 -60oC
|
Strategi
Mempercepat Proses Pengomposan
Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi
untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1.
Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh
pada proses pengomposan.
2.
Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses
pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).
3.
Menggabungkan strategi pertama dan kedua.
Memanipulasi
Kondisi Pengomposan
Strtegi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi
pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin.
Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini
bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang
mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang
besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses
pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang
terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian
pula untuk faktor-faktor lainnya.
Menggunakan
Aktivator Pengomposan
Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat
mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan
misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos
yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak
dipergunakan adalah mikroba, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan
kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator
pengomposan, misalnya :Green Phoskko(GP-1), Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, BioPos, dan lain-lain.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai
Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat. Aktivator pengomposan ini menggunakan
mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi
limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih).
Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh
BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara
berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan
kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan
dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan
hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.
Memanipulasi
Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan
Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah
mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin
dengan menambahkan aktivator pengomposan.
Pertimbangan
untuk menentukan strategi pengomposan
Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas
dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan
untuk menentukan strategi pengomposan:
1.
Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
2.
Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
3.
Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
4.
Tingkat kesulitan pembuatan kompos
3. Kompos
Bahan Organik dan Kotoran Hewan
Pengomposan dapat juga menggunakan alat mesin yang lebih maju dan modern.
Komposter type Rotary Kiln, misalnya, berfungsi dalam memberi asupan oksigen (
intensitas aerasi), menjaga kelembaban, suhu serta membalik bahan secara
praktis. Komposter type Rotary Klin di pasaran terdapat dengan kapasitas 1 ton
setara 3 m3 hingga 2 ton atau setara 6 m3 bahan sampah, menggunakan proses
pembalikan bahan dan mengontrol aerasi dengan cara mengayuh pedal serta memutar
aerator ( exhaust fan). Penggunaan komposter Biophoskko disertai aktivator
kompos Green Phoskko (GP-1) telah mampu meningkatkan kerja penguraian bahan
organik(dekomposisi) oleh jasad renik menjadi 5 sampai 7 hari saja.
Tahapan
pengomposan
1.
Pemilahan Sampah
o
Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari
sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan
dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang
dihasilkan
2.
Pengecil Ukuran
o
Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan
sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi
kompos
3.
Penyusunan Tumpukan
o
Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan
pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
o
Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain
memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
o
Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu
(windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam
tumpukan.
4.
Pembalikan
o
Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang
berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses
pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu
penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5.
Penyiraman
o
Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan
yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).
o
Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat
dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
o
Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak
keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum
diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu
dilakukan pembalikan.
6.
Pematangan
o
Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu
tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
o
Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat
tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
7.
Penyaringan
o
Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel
kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak
dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
o
Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam
tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai
residu.
8.
Pengemasan dan Penyimpanan
o
Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung
sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
o
Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang
aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih
lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.
Kontrol
proses produksi kompos
1.
Proses pengomposan membutuhkan pengendalian agar
memperoleh hasil yang baik.
2.
Kondisi ideal bagi proses pengomposan berupa keadaan lingkungan
atau habitat dimana jasad renik (mikroorganisme) dapat hidup dan berkembang
biak dengan optimal.
3.
Jasad renik membutuhkan air, udara (O2), dan makanan
berupa bahan organik dari sampah untuk menghasilkan energi dan tumbuh.
1.
Monitoring Temperatur Tumpukan
2.
Monitoring Kelembaban
3.
Monitoring Oksigen
4.
Monitoring Kecukupan C/N Ratio
5.
Monitoring Volume
Mutu kompos
1.
Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah
terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi
pertumbuhan tanaman.
2.
Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan
terjadinya persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme tanah
yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman
3.
Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai
berikut :
o
Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna
tanah,
o
Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat
membentuk suspensi,
o
Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku
dan derajat humifikasinya,
o
Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah.
2.2.
Pemanfaatan Limbah Anorganik
Limbah anorganik adalah limbah yang berasal bukan dari
makhluk hidup. Limbah anorganik memerlukan waktu yang lama atau bahkan tidak
dapat terdegradasi secara alami. Beberapa limbah anorganik diantaranya
styrofoam, plastik, kaleng, dan bahan gelas atau beling. Salah satu pemanfaatan
limbah anorganik adalah dengan cara proses daur ulang (recycle). Daur ulang
merupakan upaya untuk mengolah barang atau benda yang sudah tidak dipakai agar
dapat dipakai kembali. Beberapa limbah anorganik yang dapat dimanfaatkan melalui
proses daur ulang, misalnya plastik, gelas, logam, dan kertas.
1. Limbah plastik
Limbah
plastik biasanya digunakan sebagai pembungkus barang. Plastik juga digunakan
sebagai perabotan rumah tangga seperti ember, piring, gelas, dan lain
sebagainya. Keunggulan barang-barang yang terbuat dari plastik yaitu tidak
berkarat dan tahan lama. Banyaknya pemanfaatan plastik berdampak pada banyaknya
sampah plastik. Padahal untuk hancur secara alami jika dikubur dalam tanah
memerlukan waktu yang sangat lama. Cobalah kalian kubur sampah plastik selama
beberapa bulan, kemudian gali lagi penutup tanahnya dapat dipastikan bahwa
plastik tersebut akan tetap utuh. Karena itu, upaya yang dapat dilakukan adalah
memanfaatkan limbah plastik untuk didaur ulang menjadi barang yang sama
fungsinya dengan fungsi semula maupun digunakan untuk fungsi yang berbeda.
Misalnya ember plastik bekas dapat didaur ulang dan hasil daur ulangnya setelah
dihancurkan dapat berupa ember kembali atau dibuat produk lain seperti sendok
plastik, tempat sampah, atau pot bunga. Plastik dari bekas makanan ringan atau
sabun deterjen dapat didaur ulang menjdai kerajinan misalnya kantong, dompet,
tas laptop, tas belanja, sandal, atau payung. Botol bekas minuman bisa
dimanfaatkan untuk membuat mainan anak-anak. Sedotan minuman dapat dibuat
bunga-bungaan, bingkai foto, taplak meja, hiasan dinding atau hiasan lainnya.
2. Limbah logam
2. Limbah logam
Sampah
atau limbah dari bahan logam seperti besi, kaleng, alumunium, timah, dan lain
sebagainya dapat dengan mudah ditemukan di lingkungan sekitar kita. Sampah dari
bahan kaleng biasanya yang paling banyak kita temukan dan yang paling mudah
kita manfaatkan menjadi barang lain yang bermanfaat. Sampah dari bahan kaleng
dapat dijadikan berbagai jenis barang kerajinan yang bermanfaat. Berbagai
produk yang dapat dihasilkan dari limbah kaleng di antaranya tempat sampah, vas
bunga, gantungan kunci, celengan, gift box, dll.
3. Limbah Gelas atau Kaca
3. Limbah Gelas atau Kaca
Limbah
gelas atau kaca yang sudah pecah dapat didaur ulang menjadi barang-barang sama
seperti barang semula atau menjadi barang lainseperti botol yang baru, vas
bunga, cindera mata, atau hiasan-hiasan lainnya yang mempunyai nilai artistik dan
ekonomis.
4. Limbah kertas
4. Limbah kertas
Sampah
kertas kelihatannya memang mudah hancur dan tidak berbahaya seperti sampah
plastik. Namun walau bagaimanapun yang namanya sampah pasti menimbulkan masalah
jika berserakan begitu saja. Sampah dari kertas dapat didaur ulang baik secara
langsung ataupun tak langsung. Secara langsung artinya kertas tersebut langsung
dibuat kerajinan atau barang yang berguna lainnya. Sedangkan secara tak
langsung artinya kertas tersebut dapat dilebur terlebih dahulu menjadi kertas
bubur, kemudian dibuat berbagai kerajinan.
Hasil daur ulang kertas banyak sekali ragamnya seperti kotak hiasan, sampul buku, bingkai photo, tempat pinsil, dan lain sebagainya.
Hasil daur ulang kertas banyak sekali ragamnya seperti kotak hiasan, sampul buku, bingkai photo, tempat pinsil, dan lain sebagainya.
2.3. Keuntungan dari
pemanfaatan limbah
Manfaat
Kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan
organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan
meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman
untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui
dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya
daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih
tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos
memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek
Ekonomi :
1.
Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan
limbah
2.
Mengurangi volume/ukuran limbah
3.
Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan
asalnya
Aspek
Lingkungan :
1.
Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan
pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen
di tempat pembuangan sampah
2.
Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi
tanah/tanaman:
1.
Meningkatkan kesuburan tanah
2.
Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3.
Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4.
Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5.
Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi,
dan jumlah panen)
6.
Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7.
Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8.
Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang
granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air.
Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas
mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu
seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah
meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh
tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan
pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos
memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang
disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan
tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing (vermicompost)
memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada
media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan
sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada
pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah
sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan
organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan
mempengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpuan
Limbah terbagi menjadi dua yaitu,
limbah organik dan limbah anorganik. Limbah itu bisa dimanfaatkan kembali
menjadi barang yang memiliki nilai guna. Selain itu, pengolahan limbah akan
mengurangi kerusakan bumi dan dapat mensejahterakan kehidupan.
Pengelolaan limbah pun sangat mudah
dan tidak membutuhkan biaya yang besar. Pengelolaan limbah juga tidak
memerlukan waktu yang terlalu lama.
3.2. Saran
1.
Pemerintah sebaiknya memberi perhatian yang khusus terhadap pengelolaan limbah.
2.
Masyarakat sebaiknya menerapkan pengelolaan limbah dalam kehidupan sehari-hari
untuk mengurangi kerusakan bumi.
Makalah ini merupakan hasil diskusi kami. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mulok semester 1 Tahun Ajaran 2012-2013. Saya menshare makalah ini sebagai pembelajaran, jadi disini saya tidak mencantumkan Daftar Isi, Daftar Pustaka dan hal yang lainnya seperti makalah hasil studi pustaka lainnya. Namun, suatu makalah sebaiknya dibuat berdasar hasil penelitian.
Semoga bermanfaat :)
0 komentar:
Posting Komentar